Monday, December 5, 2016

Makna 411 dan 212

Oleh Rusidi


AKHIR-AHIR ini suhu panas dan tensi tinggi menyelimuti sebagian besar masyarakat di tanah air. Mulai dari tukang becak, kuli bangunan, tukang parkir, RT, Lurah, Bupati/Walikota, Polisi, tentara, Ulama/Tokoh Agama, Gubernur, Menteri hingga Presiden turut andil dan merasakan begitu panasnya sengatan dari ucapan yang dilontarkan seorang Basuki Tjahaya Purnama (Ahok) Gubernur DKI Jakarta. Hebatnya dari kasus yang muncul dengan melecehkan Surat Almaidah Ayat 51 tersebut, mampu menutup semua permasalahan yang ada di tanah air.

Ahok mampu mengguncang Seantero Nusantara, walaupun demo dengan tajuk Penistaan Agama, walaupun sudah dibungkus dengan istilah Demo 411. Hari ini, Jum’at (2/12) Barokah, kembali saudara-saudara kita melakukan Demo Super Damai berjuluk Demo 212 untuk meyakinkan Pemerintahan Jokowi bahwa yang salah adalah salah, yang bathil adalah bathil. Kebenaran adalah hakiki dan harus ditegakkan di bumi yang semakin hari semakin terkoyak.


Ada pelajaran yang harus diambil pemerintah pusat dalam menyikapi permasalahan (maaf) yang mereka (penguasa) anggap sepele dan ini akan menjadi bom waktu. Jujur, saat ini pemerintahan Jokowi tengah diguncang dengan bimbangnya dalam mengambil keputusan. Dimakan mati mak, tidak dimakan mati bapak, istilah tersebut sangat tepat bila menggambarkan apa yang ada dalam pikiran Jokowi selaku pemegang kebijakan tertinggi di tanah air.

Memang harus diakui pihak kepolisian begitu tanggap dan cepat dalam melakukan penyelidikan maupun penyidikan. Ini tidak terlepas manuver dan desakan yang dilakukan mayoritas dengan menggelar Demo 411 dan 212. Bahkan tidak hanya dengan menggelar Demo saja, pemerintah pusat seperti kebakaran jenggot dengan memerintahkan semua petinggi di daerah untuk menggelar doa dengan tajuk Nusantara bersatu. Ini tidak terlepas daripada usaha pemerintah untuk meredam amarah dari masyarakat mayoritas yang nota benenya adalah pemilih Jokowi-JK.

Tidak adanya penangkapan maupun penahanan terhadap Ahok yang sudah ditetapkan sebagai tersangka dan berkasnya sudah lengkap (P21), tentu semakin membuat sakit hati masyarakat muslim. Padahal beberapa kasus sudah member contoh bagaimana para penegak hukum bertindak cepat setelah melakukan penyidikan dan menetapkan seseorang sebagai tersangka langsung menangkap dan menjebloskan ke penjara. Kasus Lia Eden, Kasus Dahlan Iskan, kasus Najarudin dengan proyek Hambalangnya, langsung beraksi dengan menangkap dan memasukkan tersangka ke penjara.

Lalu bagaimana dengan Ahok,…..Tampaknya masyarakat masih menunggu kebijakan apa yang akan diambil oleh Jokowi untuk meredam amarah kaum muslim. Sehingga nantinya diharapkan tidak akan semakin runyam dan dapat memecah belah anak bangsa akibat ulah segelintir orang. Mari kita tunggu apa yang akan dilakukan para pendemo 212 dan bagaimana sikap dari seorang Jokowi…Semoga Jokowi tidak salah dalam mengambil keputusan.... []


~ Fajar Sumatera, Senin, 5 Desembar 2016

No comments:

Post a Comment