Tuesday, December 6, 2016

Investasi vs Kedaulatan

Oleh Supendi


ENTAH ancaman apa sebenarnya yang sedang menguntit bangsa ini hingga muncul berbagai ajakan untuk menjaga rasa nasionalisme. Dari presiden, para tokoh politik hingga agama serta berbagai organisasi massa saling mendengungkan rasa persatuan dan kesatuan. Berbagai poster pahlawan nasional berikut profil singkatnya juga banyak terpampang di jalanan.

Demo super damai 212 yang diikuti lebih dari 7 juta jiwa, meski mengusung agenda utama terhadap penuntasan kasus penistaan agama, pada praktiknya tetaplah diisi dengan doa dan semangat untuk menjaga nilai-nilai persatuan bangsa.


(Sebaliknya) disusul aksi 412 yang mengklaim diri sebagai parade kebudayaan dan kebhinekaan untuk merawat persatuan, meski pada praktiknya lebih kepada merawat agenda terselubung partai politik.

Sebelum kedua aksi tersebut digelar, kita lebih dulu dikagetkan dengan ditangkapnya 10 tokoh yang diduga bakal melakukan makar—suatu perbuatan (usaha) untuk menjatuhkan pemerintahan yang sah.

Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri Kombes Martinus Sitompul menyatakan, tiga dari 10 orang yang diperiksa polisi telah ditahan penyidik lantaran diduga terlibat makar. Sementara itu, tujuh orang lainnya dipulangkan dengan alasan subyektivitas penyidik.

Mundur ke belakang, acara groundbreaking smelter PT Wanatiara Persada di Pulau Obi, Halmahera Selatan, Maluku Utara pada Jumat 25 November 2016, sempat membuat heboh seantero negeri. Sebab di lokasi acara ternyata ada bendera Tiongkok yang ikut dikibarkan berdampingan dengan bendera Merah Putih yang ukurannya justru lebih kecil.

Bendera Tiongkok lainnya juga terpasang di dermaga setempat. Aparat keamanan dari TNI turun tangan dan dengan tegas meminta bendera tersebut diturunkan karena melanggar Undang-Undang nomor 41 tahun 1958 tentang Lambang Negara.Parahnya lagi di lokasi perusahaan investor asal China ini, plang jalan memakai nama kota di China yakni jalan Beijing dan Shanghai lengkap dengan huruf mandarin.

Kejadian nyaris serupa pernah terjadi di Pulau Pari,Kepulauan Seribu Selatan, DKI Jakarta pada 11 September 2016. Sebuah bendera dengan latar belakang merah dan logo lima orang yang sedang melingkar warna kuning, serta bertuliskan 'JKT. Desa China' berkibar. Meski sempat membuat geger warga setempat namun kejadian ini tak begitu terekspose media.

Menemui berbagai atribut berbau Negeri Panda di negeri ini memang begitu mudah, karena hampir di setiap daerah, para pengusaha pertokoan keturunan China begitu eksis. Ini belum ditambah dengan agresifnya para investor China membombardir berbagai sektor bisnis dari mulai manufaktur, telekomunikasi hingga energi. Mirisnya di setiap lini itu, selalu saja mereka lebih dominan dari para pengusaha lokal maupun perusahaan BUMN sekalipun.

Sepanjang 2015, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat rencana investasi PMA (Penanaman Modal Asing) di 2015 paling banyak berasal dari China. Pengajuan izin prinsip dari investor China periode 1 Januari-31 Desember 2015 mencapai Rp277,59 triliun atau 22,96% dari total izin prinsip PMA yang masuk ke BKPM dalam periode yang sama Rp1.208,80 triliun.

Nilai pengajuan izin prinsip China tahun 2015 ini naik 67% dibandingkan tahun 2014 sebesar Rp 166,21 triliun. Tingginya pengajuan izin prinsip dari China ini menunjukkan bahwa Indonesia merupakan negara tujuan investasi utama bagi investor asal China.

Adapun sektor-sektor yang diminati oleh investor China lebih banyak terfokus di sektor infrastruktur. Menurut data BKPM, rencana investasi terbesar yang diajukan oleh investor China adalah sektor kelistrikan sebesar Rp 150,89 triliun atau 54,36% dari total rencana investasi China.

Diikuti oleh sektor angkutan kereta api sebesar Rp 73,90 triliun atau 26,62%, sektor industri logam dasar Rp 16,78 triliun atau 6,04%, sektor perumahan, kawasan industri dan perkantoran Rp 13,96 triliun atau 5,03% serta sektor perdagangan sebesar Rp 9,32 triliun atau 3,36%.

Merangkul para investor China memang menjadi agenda pemerintah untuk mendongkrak investasi dan berbagai program pembangunan infrastruktur dalam negeri. Namun pemerintah harus lebih peka, membuka mata dan lebih waspada terhadap berbagai ancaman yang berpotensi mengganggu NKRI.

Munculnya para tokoh keturunan China dalam bidang politik dan pemerintahan, dominasi para petinggi perusahaan hingga arus pekerja kasar asal Tiongkok ke Indonesia menjadi gambaran nyata, bahwa negeri ini tengah disusupi agenda terselubung. []


~ Fajar Sumatera, Selasa, 6 Desembar 2016

No comments:

Post a Comment