Wednesday, May 1, 2019

In Memoriam Selamat Purwoko

Oleh Udo Z Karzi


Selamat Purwoko. (DOKPRI)
MENDENGAR dan melihat foto Selamat Purwoko, Rabu, 1/5/2019, siang tadi tentu saya kenal baik. Ada rasa bangga mengetahui kakak kelas satu tahun di SMPN 1 Liwa saya ini saat ini sudah menjadi pejabat.

Tapi, maafkan saya, saya tidak teliti membaca di medsos tadi. Baru malam ini saya tahu  bahwa Camat Bandar Negeri Suoh (BNS) ini ternyata telah mendahului kita menghadap Ilahi.

Innalilillahi wainna ilaihi rajiun. Entah kenapa orang baik lebih sering lebih cepat mendahului kita.

Selapur, panggilan akrabnya, meninggal dunia di RSUD Alimudin Umar sekitar pukul 13.15 WIB, Rabu (1/5) karena penyakit jantung yang dideritanya. Almarhum disemayamkan di rumah duka dan akan dikebumikan di TPU Kampungbaru, Pekon Kubuperahu, Kecamatan Balikbukit, Kamis, 2/5/2019.

Selapur orang baik, tentu saya tahu dan yakin itu. Wajar jika kepergian lelaki kelahiran Liwa, 15 November 1968 ini meninggalkan kesan yang mendalam bagi orang banyak. Ia dikenal sebagai sosok aparatur pemerintah yang cerdas, ramah, pekerja keras, dan mau turun ke bawah berbaur dengan masyarakat luas.

Bagi Bupati Lampung Barat Parosil Mabsus, Selapur merupakan salah satu pejuangnya saat pilkada 2017 lalu. “Saya bisa dipanggil pak bupati seperti sekarang ini, salah satunya kerja keras almarhum. Dia ikut berjuang menyukseskan langkah saya saat itu,” kenang Parosil.

Sebelumnya, Parosil sempat bertemu Selapur di RSUD Alimudin Umar saat menghadiri acara kebangsaan. Almarhun sempat mengaku banyak yang ingin disampaikan kepada dirinya. Namun karena padatnya agenda, Parosil tidak sempat menanggapi.

”Karena kedekatan saya dengan almarhum, setiap kesempatan dia selalu memanggil dengan sapaan Pak Cik. Tidak pernah beliau memanggil saya Pak Bupati,” ujar Parosil.

Saya juga membaca mantan Bupati Lampung Barat Mukhlis Basri mempunyai kesan terhadap almarhum. "Selamat Purwoko merupakan sosok yang loyal, disiplin dan familiar," ujarnya.

Almarhum Selamat Purwoko, kata Mukhlis, merupakan salah satu mantan stafnya yang patut menjadi panutan, karena merupakan sosok yang sangat loyal, disiplin dan familiar, selalu menjalankan tugas dengan sepenuh hati, termasuk saat diberikan tugas sebagai Camat Suoh sekitar empat tahun lalu.

“Memilih seorang PNS untuk ditempatkan sebagai Camat Suoh yang merupakan daerah terisolir saat itu, apalagi tidak ada listrik dari PLN, jalan yang rusak, maka siapa saja Camat yang ditempatkan jarang yang betah. Tetapi berbeda ketika Saya menunjuk Selamat Purwoko sebagai Camat Suoh, terbukti beliau sangat loyal, disiplin, familiar dan tanggung jawab dengan tugas yang diberikan,” puji Mukhlis.

Sebagai Camat BTN, yang mau menetap di Suoh,  bahkan membawa keluarga untuk menetap dan tinggal di daerah terpencil tersebut. Ia menjalankan tugas sebagai camat dengan sebaik-baiknya. Termasuk,  kegiatan PKK ikut jalan di kecamatan ia pimpin.

Camat Sukau Hadi Susanto mengaku  Selapur menjadi guru dan panutannya. “Saya masih komunikasi dengan almarhum melalui WA, maka Saya sangat terkejut mendengar kepergian orang yang sangat baik, dan sudah seperti kakak," kata dia.

Selamat Purwoko pernah menduduki beberapa jabatan di lingkungan Pemkab Lampung Barat seperti Camat Suoh dan BNS, Kabag Humas Sekretariat DPRD, Sekretaris BPMPP, dan Sekretaris Dispora.

Dan saya, astaga, ternyata saya belum pernah sempat ke Suoh atau Bandar Negeri Suoh yang katanya, bumi sepotong surga itu. Saya sudah cawe-cawe hendak ke sana dengan Pak Sekcam Basuki Rahmat. Undangan dari Donna Sorenty Moza sekali waktu untuk menjenguk sebuah bagian dari tanah yang telah membesarkan saya itu pun belum lagi saya penuhi.

Betapa memalukan! Seseorang yang lahir dan tumbuh di Bumi Sekala Brak seperti saya kok malah tidak mengenal dirinya sendiri.

Selamat jalan Bang Pur -- saya ingat nama panggilan itu ketika masih sekolah dulu. Engkau telah terbang jauh, sementara saya masih tersesat di sebuah kota.

Doa dari kami, anak-istri, sanak-famili, rekan-rekan, dan semua yang mengenalmu semoga engkau bahagia selalu di Alam Sana. Amin Allahumma amin. []


1 Mei 2019

Ibu Kota, Palangkaraya, Borneo News

Oleh Udo Z Karzi


SAYA sambut wacana pemindahan Ibu Kota dengan penuh gairah, terlepas apakah jadi terlaksana atau tidak.

Ini gagasan lama, tetapi baik kok untuk kemaslahatan negara-bangsa Endonesah. Jadi, gak usah langsung dikait-kaitkan dengan pilpres geh!

Kalau bisa sih ya di Lampung, dekat-dekat Tanjungkarang dan Liwa gitu. Biar bisa jalan kaki sambil olahraga pagi ke Ibu Kota.

Tapi, kalo gak bisa, ya saya kemarin setuju di Palangkaraya. Selain meneruskan gagasan Bung Karno, juga karena tahun 2007, saya sempat merekomendasikan Palangka menjadi Ibu Kota Endonesah di masa depan melalui Borneo News, koran tempat saya bekerja.

Nah, sejatinya inilah, inilah alasan utama saya perlu mengucapkan terima kasih kepada Presiden Joko Widodo yang kembali mewacanakan pemindahan Ibu Kota dalam rapat terbatas, Senin, 29/4/2019. Beliyouwan telah mengingatkan bahwa saya pernah bekerja di Pangkalan Bun, Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah tahun 2006--2009 sebagai jurnalis Harian Borneo News.

Sebagai redaktur Mimbar (opini gak berbayar, hehee..) harian ini saya berkali-kali memuat tulisan dan surat pembaca yang membahas sejarah, kemungkinan, dan potensi Palangkaraya menjadi Ibu Kota RI.

Salah satu yang paling getol menggagas Palangkaraya Ibu Kota adalah anggota DPD RI asal Kalteng Hamdhani. Mulanya sih saya agak pesimis Palangka Ibu Kota, tetapi karena ide ini terus dibangun, saya pun berkata, "Boleh juga."

Posisi Palangka yang di tengah-tengah NKRI menjadikan kota ini sangat sentral untuk bisa menjangkau paling sudut utara-selatan-barat-timur negeri ini. Pembangunan Endonesah dalam segala bidang ipoleksosbudhankam bisa lebih komprehensif-terpadu.

Untuk meyakinkan asumsi ini, Mbak Ida Aryani dan Bang Heri Fauzi (bukan Fauzi Heri ya, hehee...) dari Borneo News Biro Palangkaraya sampai mengundang saya ke Ibu Kota Kalteng ini.

Palangkaraya ini keren. Saya berkesempatan menyaksikan Festival Isen Mulang dan pameran yang menampilkan kekayaan sumber daya Provinsi Kalteng.

Penari-penari putri yang tampil dalam festival itu putih-putih seperti muli Lampung. Tapi, untungnya saya sudah bawa anak-istri dari Lampung ke Pangkalan Bun, sehingga saya tak tergoda. Hehee...

Diajak Mbak Ida, saya juga berwisata ke tempat-tempat indah dan kuliner enak-enak di seputar Palangka.

Alhasil, saya rela Palangkaraya jadi Ibu Kota RI kelak seandainya Lampung gak kepilih. Dengan catatan, orang Borneo gak main-main asap dan bakar hutan lagi ya. Wakakak... kaakkk. []


Rabu, 1 Mei 2019

Wednesday, April 17, 2019

Ayo Memilih

Oleh Udo Z Karzi


TAK pelak pemilihan umum (pemilu) adalah satu-satunya cara suksesi, pergantian pemimpin negeri yang paling beradab dalam negara yang demokratis.

Bagi Indonesia, pemilu salah satu pilar utama dari sebuah proses akumulasi kehendak masyarakat. Tujuan pemilu sekaligus merupakan prosedur demokrasi untuk memilih pemimpin. Penting bagi warga Indonesia untuk memiliki sebuah proses untuk memilih orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu.

Dalam konteks inilah, Pemilu 2019 yang digelar serentak hari ini, Rabu, 17 April 2019, memiliki urgensi bagi eksistensi dan masa depan negara-bangsa kita. Pemilu 2019 meliputi Pemilihan Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Presiden (Pilpres), tidak hanya memilih Presiden dan Wakil Presiden, tapi juga anggota legislatif.

Dari pemilu ini pula wakil-wakil rakyat benar-benar dipilih oleh rakyat, berasal dari rakyat dan akan bekerja untuk kepentingan rakyat. Demikian juga presiden dan wakil presiden. Sedangkan tujuan pemilu adalah membentuk pemerintahan baru dan perwakilan rakyat yang benar benar bekerja untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Tujuan pemilu yang harus dicapai di antaranya, melaksanakan kedaulatan rakyat; perwujudan hak asasi politik rakyat; untuk memilih wakil-wakil rakyat yang duduk di DPR, DPD dan DPRD, serta memilih Presiden dan Wakil Presiden; untuk melaksanakan pergantian personal pemerintahan secara damai, aman, dan tertib (secara konstitusional); dan menjamin kesinambungan pembangunan nasional.

Mengingat pentingnya Pemilu, sangat dianjurkan setiap warga negara menggunakan hak pilih mereka. Keikutsertaan mereka dalam Pemilu sangat mempengaruhi legitimasi bagi mereka-mereka yang dipilih dalam menjalankan amanat rakyat.

Ya, jadilah pemilih cerdas agar pemilu berkualitas. Pemilu yang berkualitas tentu akan menghasilkan pemimpin yang berkualitas pula.

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini membeberkan kerugian pemilih yang mempunyai hak pilih, namun tidak menggunakannya pada Pilkada serentak 2018. Pertama, mempersulit kandidat yang disukai untuk terpilih. Jika kita golput, kandidatmu kekurangan satu suara untuk lebih dekat dengan keterpilihan.

Kedua, bisa jadi kandidat yang buruk yang terpilih. Apabila, pemilih telah menelusuri rekam jejak para kandidat dan tak menemukan ada kandidat cukup dianggap baik, maka sebaiknya tetap gunakan hak pilih. Caranya, pilihlah kandidat yang paling sedikit catatan keburukannya dan paling banyak catatan keberhasilannya. Siapa pun kandidat yang mendapatkan suara terbanyak, seburuk apapun, akan tetap terpilih dan memimpin daerahmu.

Ketiga, memperbesar potensi manipulasi suara. Saat seorang pemilih tidak menggunakan hak pilih, tersisa satu surat suara yang tak terpakai. Maka, suara yang tak digunakan tersebut membuka potensi manipulasi suara oleh oknum yang mungkin melakukan kecurangan. Satu suaramu yang tak digunakan, bisa saja berpindah ke perolehan suara suatu kandidat lain secara tidak sah.

Keempat, kehilangan peran untuk memperbaiki nasib negeri. Suara setiap pemilih memiliki dampak terhadap nasib rakyat dan daerahnya. Sebab, setiap kandidat memiliki visi-misi dan dan program kerja yang akan dijalankan ketika terpilih. Golput itu kamu melepas peranmu untuk ikut menentukan nasib negaramu selama lima tahun ke depan.

Kelima, pendapatan negara terbuang sia-sia. Penyelenggaraan Pemilu dibiayai oleh Anggaran Pendapatan, dan Belanja Negara (APBN). Karena itu, jika seorang pemilih memilih untuk golput atau tidak menggunakan hak pilihnya, maka anggaran negara akan terbuang sia-sia.

Jadi, hari ini mari kita datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) untuk memilih pemimpin kita, baik Presiden-Wakil Presiden maupun legistif (DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kota/Kabupaten, dan DPD RI).


Fajar Sumatera, Rabu, 17 April 2019

Monday, April 15, 2019

Masa Tenang

Oleh Udo Z Karzi



"THIS site can't be reached www.facebook.com took too long to respond." Begitu yang tertulis di layar komputer.

Ada apa? Ternyata, tidak hanya Facebook, tetapi juga WhatsApp dan Instagram juga mengalami gangguan. Facebook, WhatsApp, dan Instagram down di seluruh dunia, kabarnya.

Melansir laman Mirror, media sosial Facebook, WhatsApp, dan Instagram mengalami kendala pada Minggu (14 April 2019) sore.

Cuma sebentar. Saat tulisan ini hampir selesai dibikin, ketiga aplikasi ini ini tidak bisa diakses.

Tapi, tidak urung ada spekulasi pun bermunculan. Banyak pengguna Twitter di Indonesia menulis cuitan yang lucu.

"14 Maret WhatsApp, Instagram, & Facebook down. Dan sekarang 14 April down lagi. Kebetulan? #WhatsAppDown #InstagramDown #FacebookDown," tulis akun @putrambele

"WhatsApp, Facebook, Instagram down. Untung masih ada Twitter," imbuh akun @hasniarrofiq

"FACEBOOK INSTAGRAM WHATSAPPS DOWN ROAST NYA DI TWITTER TUMAN KALIAN HAMBA LEMAH TANPA SOSMED," tulis akun @bahagihya.

Ada apa sebenarnya?

"Itu Facebook, WA, dan IG tidak kuat menampung curhat, keluhan, bahkan caci maki para netizen," kata Mat Puhit asbun.

"Yang ilmiah dikitlah kalau ngomong," kata Minan Tunja.

"Ini jelas ada sabotase," sambar Udien.

"Nah, ini tambah ngawur," timpal Pithagiras.

"Jelas ada yang gak sirik dengan Facebook, WA, dan IG," Pinyut lebih ngacok.

Mamak Kenut yang mendenger keributan, mulai ceramah, "Kalian ini. Jangan tambah runyam keadaanlah. Coba berpikir positiflah."

"Maksudnya bagaimana, Mamak?" tanya Minan Tunja.

"Indonesia ini kah negera besar. Orang di seluruh dunia kan tahu negeri ini sedang menyelenggarakan Pemilu.  KPU menetapkan 14-16 April sebagai masa tenang Pemilu 2019. Para peserta pemilu dilarang berkampanye dalam bentuk apa pun di masa tenang ...," ujar Mamak Kenut lagi.

"Maksudnya?"

"Facebook, WA, dan IG yang biasanya tempat mengeluh, mengutuk, dan memaki sengaja tidak ingin diakses. Itu menghormati bangsa Indonesia yang tengah menjalankan masa minggu tenang selama tiga hari ini," jelas Mamak Kenut.

Bukannya dipercaya, omongan Mamak Kenut ini malah disambut rame-rame dengan seruan, "Huuu...."

Tambah mak jelas. Ditanya ke Radin Mak Iwoh, dia malah lagi sibuk bingung, memikirkan siapa pemimpin negeri yang terpilih.

"Masa iya?" dia malah bertanya.

Maka, pun mencoba Facebook.

"Ini bisa. Kalian ini jangan buat hoaks aja," omel Radin Mak Iwoh.

Maka beramai-ramailah Mat Puhit dkk mencoba Facebook, WA, dan IG, ternyata sudah bisa dibuka.

Horeee...

"Ehh, tetapi tetap ingat ya. Hari sampai 16 April minggu tenang ya. Jangan sampai kena semprit ya!"

Induh... []



Fajar Sumatera, Senin, 15 April 2019

Tuesday, April 2, 2019

Miskin Terlalu!

Oleh Udo Z Karzi


Bukan kumenolakmu untuk mencintaiku
tetapi lihat dulu siapakah diriku
karena engkau dan aku sungguh jauh berbeda
Kau orang kaya, aku orang tak punya

Sebelum terlanjur pikir-pikirlah dulu
Sebelum engkau menyesal kemudian

ANAK milenial mungkin asing dengan lagu dangdut "Termiskin di Dunia" ciptaan Endang Raes, yang dirilis tahun 1987, yang melambungkan nama Hamdan ATT ini. Tapi, tanya dengan Orla (orang lama), terutama penggemar dangdut sejati, mestilah dia akan terlonjak-lonjak langsung joget sambil menyenandungkan lagu ini.

Saya berusia 17 tahun saat lagu ini sedang di puncak ketenarannya. Boleh jadi, seorang remaja SMA seperti saya sangat sebel juga dengan lagu ini. Bukan apa, miskin kok kelewatan. Coba saja simak reff-nya:

Jangankan gedung gubuk pun aku tak punya
Jangankan permata uang pun aku tiada
Aku merasa orang termiskin di dunia
Yang penuh derita bermandikan airmata
Itulah diriku kukatakan padamu
Agar engkau tahu siapa aku

Benar-benar miskin deh. Kesian! Tapi, anehnya lagu yang seharusnya membuat kita -- eh, yang merasa miskin geh -- sedih, malah mengajak orang bergoyang dan bergembira. Meskipun penyanyinya, Hamdan ATT, kurang bisa joged, anehnya kalau mendengarkan lagu semacam ini kepengennya goyang aja.

Aneh memang lagu ini. Ini jadi bahan ledekan-ledekan.

“Tahu ATT?” tanya teman di tahun 1980-an itu.

“Enggak,” jawab saya.

“ATT itu anak tukang tahu,” kata teman itu sok tahu.

“Ah, yang benar?”

“Benarlah!”

Saya kemudian tahu nama lengkap penyanyinya, Hamdan Attamimi. Penyanyi kelahiran Kabupaten Kepulauan Aru, Maluku, 27 Januari 1949 ini pernah meraih AMI Award untuk Artis Solo Pria Dangdut (2004), AMI Award untuk Album Dangdut/Dangdut Kontemporer Terbaik dengan Album Hamdan ATT & Monata (2015), dan AMI Award untuk Artis Solo Pria Dangdut Kontemporer Terbaik dengan lagu "Ilusi Cinta" (2015).

Maafkan teman saya, Pak Hamdan atas kekurangajarannya itu.

Balik lagi ke lagu “Termiskin di Dunia”. Sempurnalah lagu ini meledek kemiskinan. Lagu ini bersama lagu-lagu sezamannya seperti Senyum Membawa Luka dan Gubuk Bambu (Meggy Z), Tembok Derita (Asmin Cayder), Sepiring Berdua (Ida Laila), dan Pak Hakim dan Pak Jaksa (Jaja Miharja) cenderung vulgar menggambarkan bagaimana orang tak berpunya begitu enjoy menikmati kepapaan mereka.

Hadapi kemiskinan itu dengan bernyanyi dan joged!

Repotnya buat saya, yang miskin terlalu sih enggak, kaya juga enggak. Ditambah lagi, saya gak bisa nyanyi, apalagi joget. Hehee… Paling-paling saya jadi pendengar lagu-lagu Doel Sumbang, Iwan Fals, Ebiet G Ade, Ahmad Albar, Nicky Astria, dll yang disetel teman kos di kamar sebelah. Jadi, susah sekali saya menikmati lagu-lagu dangdut yang 'jualan kemiskinan' itu.

Kala itu!

Sekarang, saya mulai belajar menggemari --sebagai pendengar saja, hihiii-- semua jenis lagu. Dari dangdut, saya belajar tentang perjuangan, cinta, dan prinsip hidup yang kemudian saya rumuskan menjadi "Biar miskin asal sombong!"

Ah, dangdut selalu menggairahkan!  []


Fajar Sumatera, Selasa, 2 April 2019

Thursday, February 21, 2019

Cinta Gila!

Oleh Udo Z Karzi


MASIH soal salah paham bahasa Lampung, tadi pagi ada sedikit diskusi dengan seorang teman dari Liwa.

Dari dialog itu, muncullah kalimat tanya ini: "Api cintamu gila?"

Tiga kosakata bahasa Lampung dalam kalimat di atas: "api", "cinta" dan "gila" jangan dicarikan dalam kamus bahasa Indonesia.
Sebab, dalam bahasa Lampung
api: apa
cinta: mau, ingin, hasrat
gila: kata penegas saja seperti sih, dong, dll dalam bahasa Indonesia

"Api cintamu gila?" Artinya, kurang-lebih, "apa maumu sih?"

Kalau begitu, jangan terlalu serius dengan "cinta" karena, dalam konteks bahasa Lampung, "cinta" bukan sesuatu yang sakral, yang memerlukan upacara khusus untuk menyatakannya.

Sementara "gila", bukan pula kata yang berbahaya, yang membuat orang harus marah. Dibilang "gila" kita sih asyik-asyik aja! Hehee...

"Lamon ga cinta" (terlalu banyak maunya) tidak pula bagus. Apalagi kalau sadar tidak mudah memenuhi keinginan-keinginan itu! Yang benar memperlakukan "cinta" itu dalam batas-batas wajar agar kita tak disangka "nafsu besar tenaga kurang".

Tapi, jangan "mak ngedok tenyinta gila" (tidak punya keinginan) pula. Sebab, kalau itu sih, bikin kita malas makan, malas sekolah, malas mengaji, ... bahkan, malas hidup. Itu yang namanya "Sekula mak haga, ngaji mak haga, ... haga jadi api? (Sekolah tak mau, mengaji ogah,... mau jadi apa?)"

***

By the way... (Waduh, ini kalau diartikan dalam bahasa Lampung juga jadi masalah. Hehee... Ulun Lampung mesti menyebutnya "bai dewai" yang bermakna "perempuan pergi ke pangkalan mandi". Hahaa...), mari kita memuliakan bahasa Lampung.

Ulun Lampung mestinya ikut merayakan bahasa Lampung -- lengkap dengan dengan sistem aksaranya yang disebut 'had Lampung" -- yang insya Allah akan tetap lestari hingga akhir zaman.

Selamat Hari Bahasa Ibu Internasional, 21 Februari! Tabik. []


Fajar Sumatera, Kamis, 21 Februari 2019

Tuesday, February 5, 2019

Penulis Bekas

Oleh Udo Z Karzi


AKHIRNYA, saya harus mengakui bahwa saya ini penulis bekas. Kalau ada yang meminta puisi atau cerpen terbaru, saya menyerah.

Saya bilang, "Dah gak bisa lagi bikin puisi atau cerpen."

Diam-diam ya diam-diam, saya juga tidak memublikasikan karya ke media massa.

"Gak pede," saya berkilah. Pedahal memang tak mampu.😛😀

Belakangan ini, saya lebih suka membaca-baca karya sastra, seni-budaya pada umumnya, sesekali ilmu agama dan pelitik. Dan, lebih sering update status. Hihii...

Upf, jangan salah ya, update status ini, berkaitan langsung dengan kualitas dan kuantitas karya ya. Catet itu!

Maka, jadilah saya penulis bekas. Kebetulan saja pernah menulis puisi, cerpen, novel, esai...

Penulis bekas. Sebab, buku yang saya tulis segera menjadi buku bekas, majalah yang memuat tulisan saya tak lama kemudian menjadi majalah bekas, koran tempat tulisan saya itu dalam waktu singkat menjadi koran bekas, dan tentu saja tulisan-tulisan saya itu menjadi tulisan bekas.

Puisi saya puisi bekas, cerpen saya cerpen bekas, novel saya novel bekas, esai saya esai bekas....

Ya, saya penulis bekas.

Tabik.🙏🙏🙏


Selasa, 5 Februari 2019